Friday, August 05, 2005

Latihlah Cara Berfikir Anda !!


Published @ myQuran.org by Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhani ( Adi Supriadi )

Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat senimemahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus. Tetapi bukan
kecakapannya itu menjadikan ia dikenal dan disenangi teman dan tetangganya. Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala
sesuatu dari sudut yang baik.

* Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel.
Tetapi Pygmalion berkata, "Untunglah,lapangan yang lain tidak sebecek ini."

* Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan- kawan Pygmalion berbisik, "Kikir betul orang itu." Tetapi Pygmalion berkata, "Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu".

* Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, "Kasihan,anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya."

Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang
lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.

Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik. Kawan-kawan Pygmalion berkata, "Ah,sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung,bukan isterimu."

Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dibelainya.

Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.

Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang,
seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.

Misalnya,

* Jika kita bersikap ramah terhadap seseorang, maka orang itupun akan menjadi ramah terhadap kita.

* Jika kita memperlakukan anak kita sebagai anak yang cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi cerdas.

* Jika kita yakin bahwa upaya kita akan berhasil, besar sekali kemungkinan upaya dapat merupakan separuh keberhasilan.

Dampak pola berpikir positif itu disebut dampak Pygmalion.

Pikiran kita memang seringkali mempunyai dampak fulfilling prophecy atau ramalan tergenapi, baik positif maupun negatif.

* Kalau kita menganggap tetangga kita judes sehingga kita tidak mau bergaul dengan dia, maka akhirnya dia betul-betul menjadi judes.

* Kalau kita mencurigai dan menganggap anak kita tidak jujur, akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur.

* Kalau kita sudah putus asa dan merasa tidak sanggup pada awal suatu usaha, besar sekali kemungkinannya kita betul-betul akan gagal.

Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga dan berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang.

Bayangkan,bagaimana besar dampaknya bila kita berpola pikir positif seperti itu. Kita tidak akan berprasangka buruk tentang orang lain.

Kita tidak menggunjingkan desas-desus yang jelek tentang orang lain. Kita tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain.

Kalau kita berpikir buruk tentang orang lain, selalu ada saja bahan untuk menduga hal-hal yang buruk. Jika ada seorang kawan memberi hadiah kepada kita, jelas
itu adalah perbuatan baik. Tetapi jika kita berpikir buruk, kita akan menjadi
curiga, "Barangkali ia sedang mencoba membujuk," atau kita mengomel,"Ah, hadiahnya cuma barang murah.

Yang rugi dari pola pikir seperti itu adalah diri kita sendiri.Kita menjadi mudah curiga. Kita menjadi tidak bahagia.


Sebaliknya, kalau kita berpikir positif, kita akan menikmati hadiah itu dengan rasa gembira dan syukur, "Ia begitu murah hati. Walaupun ia sibuk, ia ingat untuk memberi kepada kita."

Warna hidup memang tergantung dari warna kaca mata yang kita pakai.

* Kalau kita memakai kaca mata kelabu, segala sesuatu akan tampak kelabu. Hidup menjadi kelabu dan suram. Tetapi kalau kita memakai kaca mata yang terang, segala sesuatu akan tampak cerah. Kaca mata yang berprasangka atau benci akan menjadikan hidup kita penuh rasa curiga dan dendam. Tetapi kaca mata yang damai akan menjadikan hidup kita damai.

Hidup akan menjadi baik kalau kita memandangnya dari segi yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri. Berpikir baik tentang orang lain. Berpikir baik tentang keadaan. Berpikir baik tentang Tuhan.

Dampak berpikir baik seperti itu akan kita rasakan. Keluarga menjadi hangat.
Kawan menjadi bisa dipercaya. Tetangga menjadi akrab. Pekerjaan menjadi menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah. Seperti Pygmalion, begitulah.

MAKE SURE YOU ARE PYGMALION and the world will be
filled with
positive people only............
how nice!!!

Tuesday, August 02, 2005

Iblis Sekali membangkang, (kita) berkali-kali

Published @ myQuran.org | author : dimasn

MANUSIA lebih mulia dari iblis. Itu sebabnya, ketika Allah menciptakan manusia pertama, Adam Alaihissalam, Dia memerintahkan jin dan malaikat untuk sujud kepada Adam. Semua pun sujud. Namun, iblis menolak. Lantaran itulah, ia diusir dari surga.

Namun, tak selamanya kedudukan manusia lebih mulia dari iblis. Kadang, ia bahkan setara hinanya. Bahkan, lebih hina lagi.

Ada sebuah kisah yang menarik. Namun, tak jelas apakah kisah ini bersumber dari penuturan hadis ataupun sekadar kisah semata. Tetapi, kandungannya sangat menarik untuk menggugah semangat untuk kembali meninggikan derajat melebihi iblis, setan dan para pengikutnya.

Alkisah, ada seseorang yang bertemu dengan setan di waktu subuh. Tak jelas bagaimana asal usulnya, akhirnya mereka berdua sepakat mengikat tali persahabatan.

Baru saja keduanya bersahabat, waktu subuh pun berakhir. Setan itu melihat manusia yang menjadi sahabatnya itu tidak mengerjakan salat. Maka setan pun tersenyum.

“Orang ini memang pantas menjadi sahabatku !” gumamnya.

Persahabatan pun berlanjut dengan mesranya. Tetapi, sebagaimana ‘teori’ persahabatan dengan setan, selalu saja setan yang mendominasi pengaruh. Manusia sahabat setan itu mulai memiliki sifat-sifat setan. Sementara, setan sahabat manusia itu sama sekali tidak bertambah sifat kemanusiaannya.

Ketika azan Dhuhur bergema, setan membisikkan kepada sahabatnya ini untuk tidak mengerjakan salat. Ia pun tersenyum lebar lantaran sahabatnya ini memang tidak menunaikan salat Dhuhur.

“ Rupanya inilah bakal teman sejatiku di akhirat nanti !” kata setan dalam hati, andai ia memang punya hati.

Setan makin gembira. Manusia yang satu ini memang menyenangkan untuk menjadi sahabatnya. Ketika waktu Ashar berlalu, temannya itu dilihatnya masih juga asyik dengan kegiatannya. Kali ini, setan mulai terdiam.

Begitu pula ketika datang waktu Magrib. Temannya itu ternyata tidak juga menunaikan salat. Aneh, bukannya gembira, si setan malah tampak mulai gelisah. Senyumnya sudah berubah menjadi kecut. Dari wajahnya nampak bahwa ia seolah-olah sedang mengingat- ingat sesuatu.

Akhirnya, ketika dilihatnya sahabatnya itu tidak juga mengerjakan salat Isya, setan itu terlihat sangat panik. Ia rupanya tidak bisa menahan diri lagi. Dihampirinya manusia yang menjadi sahabatnya itu.

“Hai sobat, aku terpaksa memutuskan persahabatan kita !” katanya dengan nada ketakutan.

Manusia yang menjadi sahabatnya ini keheranan.

“Kenapa kamu ingkar janji ? Bukankah baru tadi pagi kita berjanji akan menjadi sahabat ?” katanya.

“Aku takut !” jawab setan dengan suara gemetar. “Nenek moyangku saja, dulu dilaknat Allah hanya karena sekali membangkang perintah-Nya, yaitu ketika menolak disuruh sujud pada Adam. Nah, hari ini saja kusaksikan kamu telah lima kali membangkang perintah untuk bersujud kepada-Nya. Tidak terbayangkan olehku bagaimana besarnya murka Allah kepadamu !” jelas setan sambil pergi meninggalkannya.

Saturday, July 30, 2005

MENGUKUR SEBUAH CINTA

Dalam Kitab Hayatus Shahabah, halaman 524-525 diriwayatkan kisah berikut:
Menjelang perang uhud, Abdullah bin Jahsy mengajak sahabatnya, Sa'd bin Abi Waqqash untuk berdo'a. Ajakan itu disetujui oleh Sa'd. Keduanya mulai berdo'a. Sa'd berdo'a terlebih dahulu: "Tuhanku, jika nanti aku berjumpa dengan musuhku, berilah aku musuh yang sangat perkasa. Aku berusaha membunuh dia dan dia pun berusaha membunuhku. Engkau berikan emenangan kepadaku sehingga aku berhasil membunuhnya dan kemudian mengambil miliknya (sebagai rampasan perang)."

Abdullah mengaminkannya. Tiba giliran Abdullah berdo'a: Tuhanku, berilah aku musuh yang gagah perkasa. Aku berusaha membunuhnya, dan ia berusaha membunuhku. Kemudian ia memotong hidung dan telingaku. Kalau nanti aku bertemu dengan-Mu. Engkau akan bertanya, 'man jada'a anfaka wa dzunaka?' (Siapa yang telah memotong hidung dan telingamu?). Aku akan menjawab bahwa keduanya terpotong ketika aku berjuang di jalan-Mu dan jalan Rasulullah (fika wa fi rasulika). Dan Engkau, ya Allah akan berkata, "kamu benar!" (shadaqta).

Sa'd mengaminkan do'a Abdullah tersebut. Keduanya berangkat ke medan uhud dan do'a keduanya dikabulkan oleh Allah.

Sa'd bercerita kepada anaknya, "Duhai anakku, do'a Abdullah lebih baik daripada do'aku. Di senja hari aku lihat hidung dan telinganya tergantung pada seutas tali."

Kisah ini telah melukiskan sebuah cara untuk mengukur cinta kita pada Allah. Sementara banyak orang yang berdo'a agar mendapat ini dan itu, seorang pencinta sejati akan berdo'a agar dapat bertemu dengan kekasihnya sambil membawa sesuatu yang bisa dibanggakan.

Ketika di padang mahsyar nanti Allah bertanya pada anda: "Dari mana kau peroleh hartamu di dunia?" Anda akan menjawab, "harta itu kuperoleh dengan kolusi dan korupsi, dengan memalsu kuitansi, dengan mendapat cipratan komisi."

Allah bertanya lagi, "apa saja yang telah engkau lakukan di dunia?"

"Kuhiasi hidupku dengan dosa dan nista, tak henti-hentinya kucintai indah dan gemerlapnya dunia hingga aku dipanggil menghadap-Mu." Allah dengan murka akan menjawab, "kamu benar!"

Bandingkan dengan seorang hamba lain yang ketika di padang mahsyar berkata pada Allah: "Telah kutahan lapar dan dahaga di dunia, telah kubasahi bibirku dengan dzikir, dan telah kucurahkan waktu dan tenagaku untuk keagungan nama-Mu, telah kuhiasi malamku dengan ayat suci-Mu dan telah kuletakkan dahiku di tikar sembahyang bersujud di kaki kebesaran-Mu."

Dan Allah akan menjawab, "kamu benar!"

Duhai.... adakah kebahagian yang lebih dari itu; ketika seorang hamba menceritakan amal-nya dan Allah akan membenarkannya.

Maukah kita pulang nanti ke kampung akherat dengan membawa amal yang bisa kita banggakan? Maukah kita temui "kekasih" kita sambil membawa amalan yang akan menyenangkan-Nya?

created by dimasn @myquran.org